Aku Takut Menikah Karena Belum....
1. Belum Bekerja
Inilah masalah klasik seputar menikah, terutama bagi pihak pemuda. Ketika sudah merasa cocok dengan seorang muslimah, dan jika ditunda-tunda bisa berakibat buruk, ternyata si Pemuda belum punya pekerjaan untuk menghidupi keluarga kelak. "mau dikasih makan apa anak dan istri kamu, dikasih cinta doang ?!?" Begitulah perkataan sinis yang senantiasa terngiang-ngiang ditelinganya.
Seorang laki-laki memang merupakan tulang punggung dalam sebuah keluarga. Menghidupi seluruh anggota keluarga adalah tangging jawabnya. Rasulullah bersabda, yang artinya, "Bertaqwalah kepada Allahdalam memperlakukan wanita. Sebab kamu mengambilnya dengan amanat allah dan farjinya menjadi halal bagi kamu dengan kalimat Allah. (Menjadi) kewajiban kamu untuk memberi rizki dan pakaiannya dengan cara yang baik." (HR.Muslim)
Dengan demikian, penghasilan dalam suatu keluarga memang diperlukan. Namun sebenarnya, tidak berarti belum kerja kemudian tidak boleh menikah. Allah SWT berfirman, yang artinya, "Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian (belum menikah) diantara kamu, dan orang-orang yang layak menikah dari hamba-hamba sahayamuyang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (Pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui." (Surat An-Nur : 32)
Penghasilan bisa dicari setelah menikah. Yang pertama kali harus dilakukan adalah percaya dan yakin akan janji Allah pada firman-Nya di atas. Tak sedikit pemuda yang susah mencari kerja sebelum menikah, tapi setelah menikah ternyata banyak tawaran kerja dan peluang kerja.
Sebagai persiapan sebelum menikah, kesungguhan dalam menuntut ilmu dunia agar kelak mudah mendapatkan penghidupan yang baik pula untuk dilakukan. Walaupun tak selamanya relevan, kuliah yang baik dan dan prestasi yang bagus masih merupakan suatu modal yang dapat diandalkan dalam mencari kerja. Bagaimana kalau kuliah sudah terlanjur tidak karuan ? Jika sudah begini perlu juga pegang prinsip bahwa pekerjaan kelak tidak harus sesuai dengan bidang yang dipelajari saat ini. Banyak yang dapat rejeki lumayan dari bekerja dalam suatu bidang yang dulu tidak pernal dipelajari dalam jenjang pendidikan formal.
Persiapan lain yang bisa dilakukan adalah kuliah sambil kerja. Sembari menabung, juga bisa untuk jaga-jaga apabila ketika lulus nanti tidak langsung diterima bekerja sesuai bidang yang dipelajari.
2. Belum Lulus
Berbeda dengan yang pertama, masalah yang satu ini bisa menjadi penghalang bagi pihak pemuda dan pemudi. Mungkin seseorang sudah bekerja atau sudah punya prinsip untuk mencari kerja setelah menikah namun ia ragu untuk menikah gara-gara belumlulus kuliah. Bisa jadi pula yang punya alasan seperti ini sang pemudi pujaan hatinya. Bayangan kuliah sambil menikah baginya tampak menyeramkan. Kuliah sambil mengurus diri sendiri saja sudah repot apalagi jika harus ditambah tanggung jawab mengurus orang lain. Ditambah kalau si buah hati sudah lahir dan belum juga lulus kuliah, tampaknya akan tambah repot.
Sebenarnya, menikah tidaklah selalu mengganggu kuliah. Malahan hadirnya pendamping hidup baru bisa menambah semangat utuk belajar. Bisa jadi, sebelum menikah malas-malasan belajarnya, ketika sudah menikah malah tambah semangat dan tambah rajin untuk belajar. Tidak sedikit yang mengalami perubahan demikian, apalagi secara peraturan akademik seorang mahasiswa sudah diperbolehkan untuk menikah. Seorang mahasiswa sudah tidak dianggap ABG (Anak Baru Gede) lagi, tapi AUG (Anak Udah Gede) alias sudah dewasa. Seorang yang sudah dewasa dianggap sudah bisa bertanggung jawab apa yang menjadi pilihan hidupnya.
Memang benar untuk tetap mengadakan persiapan jika mengambil jalan menikah di saat masih kuliah. Yang pertama harus disadari adalah bahwa hidup berkeluarga adalah berbeda dengan hidup sendirian. Tidak pantas jika orang yang sudah menikah tetap bebas, lepas, menelantarkan keluarganya sebagaimana dulu bisa ia lakukan ketika masih lajang. Orang yang menikah sambil kuliah juga harus pandai-pandai mengatur waktu antara tanggung jawabnya dalam keluarga dan dalam belajar. Selain waktu, manajemen pemikiran juga solid, karena begitu menikah masalah-masalah dulu yang belum ada mendadak bermunculan secara serentak. Bagaimana memahami pasangan hidup baru, bagaimana jika hamil dan melahirkan, bagaimana mendidik anak, bagaimana mencari rumah -nebeng mertua atau cari kontrakan-, bagaimana bersikap kepada mertua, tetangga dan lain-lain, apalagi masih harus memikirkan pelajaran.
Pusing....? Semoga tidak. Sebenarnya menikah sambil kuliah bisa disiapkan sejak hari ini, bahkan juga sudah sejak SD. Modal awalnya adalah manajemen diri sendiri. Ketika seorang sudah sejak dahulu berlatih untuk hidup mandiri, akan mudah baginya untuk hidup berkeluarga. Misalnya saja sudah sejak SD bisa mencuci pakaian dan piring sendiri, mengatur waktu belajar, berorganisasi, dan bermain, mengatur keuangan sendiri, dan sebagainya. Kesiapan juga bisa diraih jika seseorang biasa menghadapi dan memecahkan problem hidupnya. Karena itu perlu organisasi dan bersaudara dengan orang lain, saling mengenal, memahami orang lain dan membantu kesulitannya.
3. Belum Cocok
Mungkin pula sudah lulus, sudah kerja, sudah berusaha cari calon pasangan tapi merasa belum menemukan pasangan yang cocok, sehingga belum jadi menikah pula, padahal sudah hampir tidak tahan ! Ini juga merupakan masalah yang bisa datang dari kedua belah pihak, baik pihak pemuda maupun pemudi. Kecocokan memang diperlukan. yang jadi ertimbangan dasar dan awal tetntu saja faktor agama, yaitu aqidah dan akhlaknya. Allah berfirman, yang artinya :
"Mereka (perrempuan-perempuan mukmin) tidak halal bagi laki-laki kafir. Dan laki-laki kafir pun tidak halal bagi mereka." (Al-Mumtahanah : 10)
Rasulullah juga bersabda, "Wanita itu dinikahi karena 4 hal : karena kecantikannya, karena keturunannya, karena kekayaannya, dan karena agamanya. Menangkanlah dengan memilih agamanya maka taribat yadaaka (kembali kepada fitrah atau beruntung)." (HR. Al-Bukhari, Muslim, dan lain-lain)
Keadaan yang lain adalah nomor dua setelah pertimbangan agama. Namun kebanyakan di sinilah ketidakcocokannya. Sudah dapat yang agamanya bagus tapi kok nggak cocok pekerjaannya, nggak cocok latar belakang pendidikannya, nggak cocok hobinya, warna matanya kok begitu, pakai kacamata, kok hidungnya...dan lain-lain.
Kalau mau mencari kekurangan tiap orang pasti punya kekurangan karena tidak ada manusia yang diciptakan secara sempurna. Sudah cantik, kaya, keturunan bangsawan, pandai, rajin, keibuan, penyayang, tidak pernah berbuat salah.
Ketika seorang pemuda atau pemudi sudah mau menikah, memang seharusnya cari tahu dulu tentang calon pasangan hidupnya ke sahabatnya, saudaranya atau ustadznya, atau yang lainnya, baik kelebihan maupu kekurangannya. Jika sudah tahu, tanyakan pada diri sendiri, apakah bisa menerima dan memaklumi kekurangan serta kelebihan si dia. Rasulullah bersabda, yang artinya,
"Janganlah seorang mukmin laki-laki membenci mukmin perempuan. Bila dia membencinya dari satu sisi, tapi akan menyayang dari sisi lain." (HR.Muslim)
Jadi, jangan hanya melihat kekurangannya saja, tapi juga perlu melihat kelebihannya. Ketika kekurangan sudah bisa diterima, kelebihan akan lebih bisa menimbulkan perasaan suka. Karea itu, jangan sampai sulit nikah karena dibikin sendiri.
4. Belum Mantap
Masalah satu ini juga bisa terjadi pada tiap orang pihak pemuda, pihak pemudi, baik yang sudah kerja atau yang belum, baik sudah lulus atau belum. Pertama kali, perlu diselidiki belum mantapnya itu karena apa, karena tak sedikit yang beralasan belum mantap, ketika ditelusuri larinya juga menuju ketiga masalah 'belum' di atas.
Namun ada juga yang belum mantap karena memang merasa persiapan dirinya kurang baik ilmu tentang pernikahan, keluarga, dan pernik-pernik di sekitarnya. Orang seperti ini malah tidak memusingkan masalah ketiga 'belum' di atas, karena memang dia merasa belum siap dan belum mampu.
Solusinya tidak lain adalah mementapkan dan mempersiapkan diri. Hal ini bisa ditempuh lewat menuntut ilmu tentang pernikahan, dan keluarga, baik dengan menghadiri pengajian, yang membahas masalah tersebut atau dengan membaca buku-buku mengenainya. Penting pula untuk menimba pengalaman kepada orang yang sudah menikah, karena kadang-kadang buku-buku dan ceramah ilmiah dan formal tidak membahas masalah praktis yang detail yang diperlukan agar siap menikah.
edit delete0 comments share
Akhlak Kepada Orang Tua dan Kerabat Jul 3, '07 3:42 PM
for everyone
Akhlak Kepada Orang Tua dan Kerabat
Al Qur'an secara tegas mewajibkan manusia untuk berbakti kepada kedua
orang tuanya (Q/17:23). Berbakti kepada kedua orang tua (birrul
walidain) merupakan alkhoir, yakni nilai kebaikan yang secara
universal diwajibkan oleh Tuhan. Artinya nilai kebaikan berbakti
kepada orang tua itu berlaku sepanjang zaman dan pada seluruh lapisan
masyarakat. Akan tetapi bagaimana caranya berbakti sudah termasuk
kategori al ma'ruf, yakni nilai kebaikan yang secara sosial diakui
oleh masyarakat pada suatu zaman dan suatu lingkungan.
Dalam hal ini al Qur 'anpun memberi batasan, misalnya seperti yang
disebutkan dalam surat al Isra, bahwa seorang anak tidak boleh
berkata kasar apalagi menghardik kepada kedua orang tuanya(Q/17:23).
Seorang anak juga harus menunjukkan sikap berterima kasihnya kepada
kedua orang tua yang menjadi sebab kehadirannya di muka bumi. Di mata
Tuhan sikap terima kasih anak kepada orang tuanya dipandang sangat
penting, sampai perintah itu disampaikan senafas dengan perintah
bersyukur kepadaNya (anisykur li wa liwa lidaika (Q/31:14)). Meski
demikian, kepatuhan seorang anak kepada orang tua dibatasi dengan
kepatuhannya kepada Tuhan. Jika orang tua menyuruh anaknya.
melakukan hal-hal yang bertentangan dengan perintah Tuhan, maka sang
anak dilarang mematuhi perintah orang tua tersebut, seraya tetap
harus menghormatinya secara patut (ma'ruf) sebagai orang tua (Q/
31:15). Seorang anak, oleh Nabi juga dilarang berperkara secara
terbuka dengan orang tuanya di forum pengadilan, karena hubungan
anak --orang tua bukan semata-mata hubungan hukum yang mengandung
dimensi kontrak sosial melainkan hubungan darah yang bernilai sakral.
Sementara itu orang tua harus adil dalam memberikan kasih sayangnya
kepada anak-anaknya. Diantara kewajiban orang tua kepada anak-anaknya
adalah; memberi nama yang baik, menafkahi, mendidik mereka dengan
agama (akhlak kehidupan) dan menikahkan jika sudah tiba waktunya.
Adapun jika orang tua sudah meninggal, maka kewajiban anak kepada
orang tua adalah (a) melaksanakan wasiatnya, (b) menjaga nama
baiknya, (c) meneruskan cita-citanya, (d) meneruskan silaturahmi
dengan handai tolannya, (e) memohonkan ampun kepada Tuhan.
Dalam hubungan dengan kerabat, secara umum semangat hubungan baiknya
sejalan dengan semangat keharusan berbakti kepada orang tua. Paman,
bibi, mertua dan seterusnya harus dideretkan dalam deretan orang tua,
saudara misan yang muda dan seterusnya dideretkan pada saudara muda
atau adik, yang tua dideretkan kepada kakak. Secara spesifik kerabat
harus didahulukan dibanding yang lain, misalnya jika seseorang
mengeluarkan zakat, kemudian diantara kerabatnya ada orang miskin
yang layak menerima zakat itu, maka ia harus didahulukan dibanding
orang miskin yang bukan kerabat. Semangat etik hubungan kekerabatan
diungkapkan oleh Rasulullah dengan kalimat menghormati kepada yang
lebih tua dan menyayangi kepada yang lebih muda. (laisa minna man lam
yuwagir kabirana wa lam yarham soghirana).
Wassalam,
.
edit delete0 comments share
Ciri2 Pemimpin yang Berkualitas Jul 3, '07 2:39 PM
for everyone
Ciri2 Pemimpin yang Berkualitas
Selama beberapa bulan saya telah mengadakan interview dengan beberapa
klien
untuk mendefinisikan kualitas-kualitas terbaik dari pemimpin-pemimpin
yang
paling efektif. Berikut ini adalah lima kualitas yang paling sering
disebut-sebut sebagai kualitas paling penting yang dimiliki oleh para
pemimpin tersebut.
1. Pemimpin mendengarkan.
Para pemimpin besar tahu pasti bahwa mereka tidak memiliki semua
jawaban.
Karenanya mereka tidak merasa canggung untuk bertanya dan meminta
pendapat
maupun wawasan dari orang lain.
2. Pemimpin menunjukkan arah
Para pemimpin menunjukkan arah dengan mengembangkan dan memberikan
dukungan
visi, misi, dan tujuan bagi diri mereka sendiri dan organisasi mereka.
Mereka tahu bagaimana memberikan dorongan dan dukungan. Mereka pun
selalu
berusaha menemukan cara-cara yang lebih baik.
3. Pemimpin menciptakan lingkungan yang penuh motivasi.
Para pemimpin menciptakan suasana motivasi yang menyala-nyala dalam
menghadapi perubahan. Para pemimpin itu menunjukkan penghargaan dan
keberanian (daripada mencemooh atau menyalahkan orang lain) pada mereka
yang
bersedia mencoba hal-hal baru meski mungkin saja mereka gagal.
4. Pemimpin tidak menyalahkan.
Daripada menyalahkan, mereka senantiasa belajar. Pemimpin sejati
berusaha
menciptakan lingkungan kerja yang menunjang suasana pembelajaran yang
tiada
henti serta pembaharuan diri. Mereka dengan bebas membagikan keahlian
dan
juga kegagalan-kegagalan mereka.
5. Pemimpin memimpin dengan teladan.
Pemimpin menjadi teladan dan mempertahankan nilai-nilai yang tak
berubah.
Para pemimpin besar memiliki standar profesional dan personal yang
tinggi.
Mereka juga menghargai kekayaan yang ada pada keragaman dan perbedaan
para
karyawannya. Mereka realitis. Mereka bukan orang yang berkata, "Lakukan
sebagaimana kataku, bukan sebagaimana tingkahku." Pemimpin besar menjaga
komitmen mereka. Pemimpin membagikan kekuasaan mereka dalam membuat
keputusan dengan orang lain di seluruh organisasi. Mereka paham benar
dengan
perbedaan antara "kekuatan" dan "kekuasaan". Kekuatan adalah kemampuan
seseorang untuk melakukan tindakan secara efektif. Sedangkan kekuasaan
adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan. Apakah anda lebih suka
terinspirasikan atau terkendalikan?
Apakah para pemimpin anda menunjukkan kualitas-kualitas tersebut di
atas?
Jika tidak, bagian manakah yang terlewati dan apa yang harus anda
lakukan?
edit delete0 comments share
Hakikat manusia hadir didunia ini Jul 3, '07 12:56 PM
for everyone
Hakikat manusia hadir didunia ini
Untuk menyembah untu menghamba
Kepada engkau yang tuhan
Surga dan neraka yang kau ciptakan
Menjadi batas pemisah
Antara hambamu yang bertaqwa
Dengan hamba yang tenggelam dalam dosa
Jadikanlah kami penghuni surga
Ijinkan kamu bernaung didalam sana
Janganlah kau tenggalamkan kami dalam nerakamu
Kabulkan doa hambamu ini tuhan
Depok 28 May 2007; 22:00pb
Erwin Arianto
edit delete0 comments share
Biarkanlah Jiwa Kebaikan Bersemanyam dalam Diri Kita ... Jul 3, '07 12:55 PM
for everyone
Biarkanlah Jiwa Kebaikan Bersemanyam dalam Diri Kita ...
Tak perlulah kita gundah untuk semua kebaikan yang kita lakukan meski
sekuat tenaga kebaikan yang coba kita torehkan untuk orang lain
tetapi orang lain tetap tak bergeming, curiga, bahkan menyudutkan dengan
tuduhan bahwa seolah mereka mencium aroma kebusukan di balik
semua tindakan yang kita lakukan. Risau dan gundah, buanglah jauh-jauh
perasaan demikian. Bisa jadi mungkin orang tidak memahami
dengan pasti kebaikan yang kita berikan, atau kemampuan atau sumber daya
menerima untuk menerima kebaikan kita terbatas, atau bisa jadi
memang itu memang sebuah ujian untuk kita hadapi dalam menaiki anak
tangga ketulusan.
Janganlah banjirnya pujian membuat kita begitu terlena, atau sebaliknya
janganlah pula kita berlama-lama dengan kecewaan yang mendera akibat
penerimaan orang lain tidak seperti yang kita harapkan. Karena memang
kita tak pernah mengukur sebuah ketulusan dan pamrih. Dan tentunya
mendengar pujian adalah sebentuk pamrih juga yang semestinya tak
diperlukan dalam sebuah ketulusan. Jelas bukan, putuskan ikatan
kekecewaan
dari hati kita oleh cibiran dan hinaan orang lain yang terus mengganggu
niat baik yang keluar dari lubuk hati yang tulus. Biarkan hati kita
mengalir butiran
air kebaikan dalam keluasan samudera hati.
Berbuat baiklah terus seakan-akan kita tak menyadari sedang melakukan
kebaikan. Semestinya memang kita tak perlu merasa baik, karena di saat
kita
merasakannya, kebaikan itu mengambil jarak dari kita. Ia menjadi sesuatu
yang lain dari diri kita. Semestinya kebaikan menyatu dalam diri kita.
Di saat mengasah sebuah pisau, takkan kita dapati ia menjadi tajam,
hingga kita berhenti untuk merasakan ketajamannya. Di saat kita
melakukan kebaikan,
kita tak perlu berusaha untuk menyadarinya. Biarkan kebaikan mengalir
begitu saja, karena hanya bila kita berhenti sajalah kita baru bisa
merasakannya.
Dan di saat berhenti, kebaikan itu bukan lagi milik kita. Di saat kita
berusaha merasakannya, kebaikan itu sudah menjadi milik pisau.
Biarkan orang lain memperlakukan kita sikap atau cara apapun yang
mungkin dapat saja begitu menyakitkan hati, biarkan kebaikan kita
dihempaskan
sedemikian rupa, karena memang mutiara tetaplah mutiara meski terletak
di dasar lumpur pekat sekalipun. So, tak ada alasan kita menjadikan hati
nelangsa dan gundah gulana. Yang pasti dunia kita tidak akan segera
berakhir hanya karena orang lain tak menyukai keberadaan dan segala
kebaikan
yang kita lakukan, bukan!
edit delete0 comments share
Bagaimana Berkomunikasi dengan Pasangan Jul 3, '07 12:47 PM
for everyone
Bagaimana Berkomunikasi dengan Pasangan
Ada banyak faktor yang menjadikan sebuah keluarga dapat mencapai
bahagia, harmonis dan langgeng. Di antaranya adalah landasan agama yang
kokoh, kesamaan latar belakang, kesetaraan, kepercayaan, saling
pengertian, cinta dan komunikasi yang berjalan baik. Dari sekian faktor
ini, komunikasi menjadi faktor yang kurang diperhatikan oleh pasangan
suami istri. Merasa sudah satu agama, setara, sama, cocok dan percaya
seolah-olah semua urusan rumah tangga akan beres. Padahal, banyak
pasangan gagal meneruskan bahtera ruamah tangga mereka karena kurang
peduli dengan urusan komunikasi.
Sesungguhnya komunikasi menghiasi semua kehidupan manusia. Komunikasi
adalah kebutuhan. Dalam kehidupan keluarga, komunikasi dapat menjadikan
hubungan pasangan suami isteri bertambah harmonis. Inilah komunikasi
yang dijadikan sebagai seni untuk mempengaruhi orang lain, termasuk seni
untuk membahagiakan pasangan. Komunikasi yang tidak diolah dengan baik
bahkan dapat memunculkan kesalahpahaman.
Komunikasi Kunci Keharmonisan
Salah satu kunci keharmonisan rumah tangga Islam adalah komunikasi dan
dialog yang intensif dan sehat antara suami istri. Pada saat ini tidak
jarang terjadi adanya sumbatan komunikasi diantara pasangan suami
istri. Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya hal itu, misalnya
kesibukan kerja, terlampau letih dan lain-lain. Bahkan karena begitu
sibuk dan letihnya, ada pasangan bertatap mukapun tidak sempat. Sebagai
akibatnya, tentu saja mereka tidak memiliki kesempatan untuk melakukan
komunikasi satu dengan lainnya.
Komunikasi yang hambar biasanya mengakibatkan hubungan kemesraan menjadi
berkurang. Bahkan tidak jarang menimbulkan ketegangan dan terjadilah
perselisihan, Kalau sudah begini suami istri akan mengalami penderitaan.
Sangat disayangkan apabila hubungan yang hambar ini terjadi pada
keluarga muslim yang dibangun dalam rangka beribadah kepada Allah.
Diperlukan pengertian yang mendalam dari kedua pasangan agara komunikasi
dapat
berjalan secara kontinyu.
Dalam pandangan Islam rumah tangga yang harmonis memberi dampak yang
sangat banyak antara lain:
1. Membahagiakan pasangan suami istri, karena keduanya akan semakin
menyadari fungsi dan peranan rumah tangga dalam ibadah kepada Allah.
2. Memungkinkan kedua suami isteri mendidik anak secara lebih
konsentrasi. Sebab kerukunan kedua orang tua merupakan modal utama bagi
pembentukan generasi muslim yang kuat.
3. Melahirkan produktiftas keluarga yang sangat menguntungkan. Usaha
keluarga yang sukses biasanya tumbuh dari rumah tangga yang harmonis.
4. Merupakan syarat utama dalam membentuk keluarga yang berorientasi
kepada taqorub ilallah (upaya pendekatan kepada Allah SWT)
5. Menjadi pendorong pasangan suami istri untuk meningkatkan peranannya
di tengah-tengah masyarakat.
Teknik Memahami Komunikasi Pasangan
1. Kenalilah lebih dahulu pasangan hidup kita. Hal ini sangat penting,
agar tumbuh suatu ikatan hati yang sinergis. Apa yang anda inginkan
dari pasangan Anda? Bagaimana perasaan anda terhadap anda. Apa yang
diinginkan pasangan anda terhadap anda.
2. Sampaikan segala sesuatunya secara terbuka, jangan ada lagi yang
disembunyikan. Karena suami istreri dalam pandangan Allah adalah
sepasang manusia yang diberi amanah kehidupan dan kelak akan diminta
pertanggungjawaban di akhirat kelak.
3. Berusaha untuk tidak mengeluarkan kata-kata yang menyinggung apalagi
menyakiti pasangan. Menyakiti pasangan sama dengan anda menyakiti diri
sendiri.
4. Berkomunikasi lebih banyak dikendalikan oleh suasana emosi. Oleh
karena itu perhatikan baik-baik bagaimana emosi anda dan pasangan ketika
hendak berkomunikasi.
Tips Berkomunikasi Efektif dengan Pasangan
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pasangan suami istri
ketika berkomunikasi agar komunikasi dapat berjalan efektif :
- Pada saat ada gagasan yang ingin disampaikan sadarilah pada saat itu
kita adalah subyek atau sumber dan pasangan kita adalah obyek atau
penerima.
- Sebagai sumber (subyek), apakah pesan/gagasan yang akan disampaikan
dapat dimengerti oleh pasangan kita. Jangan-jangan apa yang kita maksud
tidak dapat diterima dengan baik. Inilah pentingnya mengurai secara
baik dengan seni berbahasa, berempati, dan mengerti keadaan pasangan.
Seni ini juga mencakup mengatur intonasi suara, mungkin juga sambil
menatap lekat-lekat wajah pasangan.
- Seringkali apa yang sudah disampaikan, sekalipun telah dimengerti,
tidak diterima pasangan kita dengan lapang hati, karena disampaikan
sambil lalu atau dengan membelakangi pasangan. Akhirnya komunikasi
menjadi gagal hanya karena pasangan merasa tidak dihargai.
- Perhatikan reaksi pasangan kita. Reaksi pasangan merupakan indikasi
apakah kita telah berhasil menyampaikan pesan dengan baik. Raut wajah
yang sedih atau bibir yang tersenyum simpul adalah sebuah reaksi meski
tidak ada kata-kata yang keluar dari lisan pasangan. Banyak pasangan
tidak memahami dengan baik tentang reaksi ini. Misalnya ketika suami
mengajak bicara isterinya, ternyata sang istri diam saja. Karena diam
saja
suami beranggapan isterinya setuju, padahal mungkin saja si isteri tidak
setuju dan sedang berfikir kalimat apa yang pantas disampaikan kepada
suaminya.(EA)
Semoga bermanfaat!
Label: Tentang Cinta
0 komentar:
Posting Komentar