Kado Terindah Dalam Hidupku
Waktu berjalan terasa lambat menuju waktu pernikahan ku dengan Mas Rezard seorang mantan rekan kuliah ku di universitas Pendidikan keguruan, saat ini mas Rezard adalah seorang guru honorer untuk sekolah SD dengan pengabdian sebagai guru yang sangat besar mas rezard adalah tipikal orang yang sederhana dan baik serta hampir tidak pernah keluar keluhan dari nya. dia selalu menjalani hidup sebagai guru honorer yang tidak jelas kapan akan diangkat menjadi pegawai PNS.
Kenapa? Tanya beberapa kerabat dan teman, teman ku saat aku menghantar surat undangan kepada kerabat dan teman dekatku.
Pada awalnya aku yang kata orang berparas cantik berkulit putih dalam hatiku mempunyai jawaban kenapa mau pacaran dan mau menerima lamaran Rezard.
"Jangan bercanda Quineshia..." Ujar Ayah kepada ku
Suasana seketika menjadi diam dan mencekap Semua menatap ku! saat itu
saya serius ayah! tegasku sambil menerkapa yang akan terjadi selanjutnya, "apa yang salah jika rezard melamarku, bukanya di dalam islam kita di wajibkan untuk menikah jika merasa sudah mampu untuk menghindarkan dari zina"
Tidak ada yang salah, suara ayah dengan nada yang tidak enak, hanya di luar perkiraan ayaj bahwa Rezard berani melamar anak ayah yang paling cantik! dengan keadaan dimana mata orang tuaku memberi tatapan mata penuh selidik dan aku seperti seorang pesakitan yang sedang diadili.
'Ibu rasa kamu tidak serius dengan Rezard, Quineisha Widyadhana Adzikrin," ucap ibu memanggilku dengan nama lengkap ku, itu menandakan ketidak setujuan ibu
aku diam dan hanya terkesima dengan keadaan yang tidak mengenakan itu. "Kenappa yah..." tanya ku kepada ayah...
"Sebab kamu gadis Ayah yang paling luar biasa.." ujar ayah kepada ku..... dengan di lanjutkan "Sebab kamu paling luar biasa dibandingkan kakak-kakakmu. Mulai dari pemilihan model, sampai juga juara debat,kamu memiliki bakat tarik suara, masa depanmu cerah. Sebentar lagi kamu akan bisa melajutkan usaha ayah Bakatmu yang lain pun luar biasa. quineisha sayang, kamu bisa mendapatkan laki-laki manapun yang kamu mau!, tidak harus rezard...." ucap ayah dengan ucapan yang setengah di tekan dan sedikit bergetar...
"Sedangkan Rezard hanya seorang guru honorer, yang tidak punya masa depan, berasal dari keluarga sederhana, apa yang akan kamu harapkan Quineishia...? " tanya ayah kepada ku...
"Ayah, aku mencintai rezard.... Aku tidak melihat Rezard sebagai orang yang sederhana, Rezard taat beribadah.., pekerja keras... bukankah kita melihat seseorang bukan dari kekayaanya, tapi dari kepribdianya, Quineishia juga yakin akan bahagia bersama Rezard ayah.. dia bisa membimbingku..." Ucapku mempertahankan apa yang aku anggap benar
" Apa yang kamu harapkan dari dia Quineshia, lelaki miskin hanya sebagai guru honorer, buka matamu Quineshia..."
"sudah ayah ini keputusanku.. ini jalan hidupku.. aku yang menentukan sendiri, bukan jaman siti nurbaya saat ini..." ucapku mempertahankan apa yang aku anggap benar.. "banyak orang yang berharta, tetapi setelah menikah mereka mencampakan istri-istri mereka, mereka berpoligami, banyak yang memiliki harta hidup mereka tidak bahagia jangan melihat apa yang ada diluarnya ayah.. coba lihat kepribadian rezard" ucapnya kembali
Walau dengan 1/2 hati tidak menerima akhirnya Aku menikah dengan Rezard dalam suasa yang sederhana, tapi satu hal yang membuat Aku tidak bersedih.. ayah tidak menjadi waliku dalam pernikahan, ayah sangat marah kepadaku karena keputusan yang aku ambil...
***
"Sayang..... Selamat ulang tahun" bisik Mas Rezard tepat dihadapanku.. aku yang masih setengah terlelap hanya memicingkan mata dan kembali menarik selimut setelah menunggusekian detik tak ada kata lain yang terlontar dan tidak ada kado dihadapanku
Saat ini usiaku dua puluh lima tahun. Ulang tahun pertama sejak pernikahan kami lima bulan yang lalu. tidak ada yang khusus, tidak ada mawar, tidak ada kado, memang hal ini membuatku sedikit malas, terdapat sedikit fikiran nakal ku "seandainya dulu aku tidak menikahi rezard" gumamku.. tapi bukankah pernikahan ini adalah pilihan ku.. aku pun rela menentang ayah dan ibu dulu.
Aku agak malas untuk menuju ke kamar mandi untuk berwudhu, seperti biasa aku dan mas rezard menunaikan Shalat Subuh kami berdua seperti biasa. Setelah itu kuraih lengan suamiku, dan selalu ia mengecup kening, pipi, terakhir bibirku. Setelah itu diam. Tiba-tiba hari ini aku merasa bukan apa-apa, padahal ini hari istimewaku. Orang yang aku harapkan akan memperlakukanku seperti putri hari ini cuma memandangku.
Alat shalat kubereskan dan aku kembali berbaring di kasur tanpa dipanku. Memejamkan mata, menghibur diri, dan mengucapkan. "Happy Birthday to Me... Happy Birthday to Me...." Bisik hatiku perih. Tiba-tiba aku terisak. Entah mengapa. Aku sedih di hari ulang tahunku. Kini aku sudah menikah. Terbayang bahwa diriku pantas mendapatkan lebih dari ini. Aku berhak punya suami yang mapan, yang bisa mengantarku ke mana-mana dengan kendaraan. Bisa membelikan blackforest, bisa membelikan aku gamis saat aku hamil begini, bisa mengajakku menginap di sebuah resort di malam dan hari ulang tahunku. Bukannya aku yang harus sering keluar uang untuk segala kebutuhan sehari-hari, karena memang penghasilanku lebih besar. Sampai kapan aku mesti bersabar, sementara itu bukanlah kewajibanku.
Mas rezard masih seorang guru honorer, sedangkan aku telah mendapatkan pekerjaan yang baik di Sebuah perusahaan minyak terkemuka, kadang dalam rumah tangga ini seperti aku yang membiayai, gaji mas rezard hanya 1/5 dari total gajiku. tapi bukankah aku mencintainya bukan karena hartanya, walau kadang pikirian nakalku menginkan dimanja dengan fasilitas, saat seperti masih tinggal bersama ayah dan ibu dulu.
"Selamat ulang tahun ya Sayang'..." bisiknya lirih. "Sebenernya aku mau bangunin kamu semalam, dan ngasih kado ini... tapi kamu capek banget ya? Ucapnya takut-takut.
Aku mencoba tersenyum. Dia menyodorkan bungkusan manis merah jambu itu. Dari mana dia belajar membukus kado seperti ini? Batinku sedikit terhibur.. Aku buka perlahan bungkusnya sambil menatap lekat matanya. Ada air yang menggenang.
"Maaf ya Quineishia sayang, aku cuma bisa ngasih ini. Nnnng... Nggak bagus ya sayang?" ucapnya terbata. Matanya dihujamkan ke lantai.
Kubuka secarik kartu kecil putih manis dengan bunga pink dan ungu warna favoritku. Sebuah tas tenteng abu-abu bergambar Mickey mengajakku tersenyum. Segala kesahku akan sedikitnya nafkah yang diberikannya menguap entah ke mana. Tiba-tiba aku malu, betapa tak bersyukurnya aku.
"Jelek ya sayang? Maaf ya sayang'... aku nggak bisa ngasih apa-apa.... Aku belum bisa nafkahin kamu sepenuhnya. Maafin aku ya sayang... terkadang aku masih dibantu kamu dalam menafkahi dirimu" desah mas rezard.
Aku tahu dia harus rela mengirit jatah makan siangnya untuk tas ini. Kupeluk dia dan tangisku meledak di pelukannya. Aku rasakan tetesan air matanya juga membasahi pundakku. Kuhadapkan wajahnya di hadapanku. Masih dalam tunduk, air matanya mengalir. Rabbi... mengapa sepicik itu pikiranku? Yang menilai sesuatu dari materi? Sementara besarnya karuniamu masih aku pertanyakan.
tiba-tiba "Duuh…perutku sakit mas.. mulas sekali" ujarku... keluar cairan bening seperti air kelapa dari kemalianku.. "Kenapa kamu sayang.." tanya mas rezard kepadaku... "Mas sepertinya aku sudah mau melahirkan mas...." seruku...
Hari itu juga dengan mengendarai motor butut mas rezard kami bergegas ke Klinik Bersalin "SUCI", tempat dimana saya berencana untuk bersalin. Setelah menunggu beberapa menit di Ruang Tunggu, akhirnya sayapun masuk ke Ruang Dokter pemeriksaan dengan ditemani Mas Rezard.
Sesampainya di Klinik, Aku langsung disambut beberapa Perawat, Bidan, dan seorang Dokter Umum. Bidan yang akan menangani proses persalinanku segera menuntun Aku masuk ke Kamar Pemeriksaan untuk dilakukan pemeriksaan dalam. Tidak dalam hitungan jam, alat-alat dan perlengkapan Infus sudah disiapkan. Sewaktu melihat Jarum Infus dan Botol Cairan, hatiku makin berdegup kencang. Maklum perasaan takut senantiasa menyertai, apalagi sebelumnya, saya sama sekali belum pernah merasakan jarum infus ditusukkan masuk ke pergelangan tangan saya.
Sambil Dokter meraba-raba pergelangan tangan saya untuk mencari denyut nadi yang pas tempat jarum infus ditusukkan, saya meminta izin untuk mendengar Nasyid Raihan melalui walkman yang saya bawa dan persiapkan dari rumah. Saya berharap, alunan melodi Raihan yang khas dan cantik itu dapat meredam rasa sakit saya apabila mata infus ditusukkan. Kupejamkan mataku, "Srrrrttt.." darahku muncrat keluar akibat tusukan jarum, perih rasanya. Cepat-cepat perawat mengganti pangkal jarum dengan pipa infus, katanya agar Page 2 of Ketika Ke-perempuan-anku Hampir Lengkap 6 darahku tidak banyak yg terbuang, sehingga cairan infus pun akan mudah masuk melalui pembuluh nadiku.
Alhamdulillah…prosesnya cepat usai, sambil berdzikir tak berhenti kunikmati acapella Raihan. Tidak beberapa lama kemudian, Adzan Magrib pun terdengar, saya pun bangkit dari pembaringan, dengan dibantu Mama, saya sedikit dibopong ke Kamar Mandi untuk Wudlu. Seusai Sholat Maghrib, saya tetap berdzikir sambil menunggu waktu Isya'. Setelah menjalankan kewajibanku untuk menunaikan Sholat Isya', kembali kubenahi tempat tidurku yang agak sedikit berantakan. Kini, jam dinding menunjukkan pukul 8 malam tepat, mules-mules diperutku sudah mulai muncul. Pikirku, obat peransang melalui cairan infus ini sudah bereaksi. Bawaannya pengen buang air melulu, berkali-kali saya keluar masuk kamar mandi. Memang prosesnya lumayan repot, abis…. botol infus dan tiang penyangganya harus setia kubawa-bawa hingga ke kamar mandi. Setelah mondar-mandirnya lumayan lama, akhirnya Bidan dan Dokter masuk ke ruanganku, ditanyakannya keadaanku, cepat-cepat
saja kujawab kalau sakitnya sudah sedikit terasa. Merekapun menyuruhku agar segera beristirahat, mengingat sebentar lagi saya bakal membutuhkan banyak tenaga untuk proses bersalin.
kulewati detik demi detik dengan sabar dan tetap ingat kepada-NYA, dan mas Rezard masih setia menemaniku melewati detik-demi detik persalinanku... "sabar ya sayang.. terus istigfar dan jangan berteriak.." mas rezard dengan tenang berusaha membuatku tenang..
MasyaAllah….Subhanallah…sakitnya makin menjadi-jadi, tadinya hanya berinterval 15- 15 menit sekarang sudah 5 menit-an, sedangkan waktu masih menunjukkan pukul 11 malam. Tulang panggul dan bokongku serasa pengen lepas, perasaan buang airpun juga semakin sering muncul. Sakitnya begitu nyeri, melilit-lilit dari panggul menusuk ke rahim bagian dalam. Setiap 5 menit, kurasakan sakit yang sama, dibawah perut terasa teriris-iris, bagai disayat sebilah pisau. "Allahu Akbar"….sakitnya benar-benar sakit. Tidak pernah kurasakan sakit seperti ini sebelumnya, keringat dingin dan peluhku begitu cepat membasahi sekujur tubuh. Setiap sakitnya datang, saya hanya bisa meringis dan menggigit ujung bantalku untuk menahan sakit. Tidak henti-hentinya, kusebut AsmaAllah "Subhanallah..walhamdulillahi ..walaa Ilaahaillallah..walahaula walaquwwata Illahbillah Wallahu Akbar"
Jam 01.00 sianghari, sakit di perut saya makin tidak bisa ditolerir, rasa melilit dan ditusuk-tusuk masih bersarang, saya hanya bisa sedikit mengerang sambil terus mengucap kata Tahmid, Tahlil, dan Takbir. Semua kemungkinan terburuk mulaiterbayang, menari-nari di ruang benak saya. Dadaku pun semakin sesak, tidak ada tempat untuk berbagi, hanya kepada Allah, saya adukan semuanya. Mama tidak ada mendampingi, begitupun Mas Rezard, hanya kepadaNYA kupasrahkan semuanya,
karena kuyakin DIA Maha Menyaksikan.
Tepat jam 04.30 sore, sakit di rahim saya mencapai klimaksnya, beribu-ribu peluh terus keluar dari setiap pori-pori kulitku, penglihatanku semakin kabur, bahkan airmata pun tak terbendung. Rasa sakit itu terus menghujani, sebagai pertanda bayi mungilku tidak sabar lagi untuk melihat dunia. Kuelus perutku, sambil bergumam, "InsyaAllah, jika Allah mengizinkan, sebentar lagi…Mama… akan memelukmu…" Akhirnya, saat yang kutunggu-tunggu telah datang, Bidan beserta 2 orang perawat datang menghampiriku, dengan sigap Bidan mamakai sarung tangan steril, tujuannya tidak lain tidak bukan untuk melakukan pemeriksaan dalam terhadap leher dan muara rahimku. "Alhamdulillah!!"…pekik Bidan itu, "pembukaannya sudah lengkap, mari…saya tuntun ibu menuju Kamar Bersalin". "DUG"….hatiku tersentak kaget, seluruh tubuhku gemetar.
Setibanya di Kamar bersalin, kembali saya dihimpit rasa takut, "Alat-alat itu… jarum..gunting, mangkok stainless, lampu bersalin, tabung Oksigen" Membuat nyali ku kiyut. Subhanallah….kuatkan Aku…. Dengan dihimpit beribu rasa takut dan waswas, pelan-pelan ku rebahkan tubuhku di atas matras bersalin, sambil membenahi jarum infusku yang hampir terlepas. Selang beberapa menit kemudian Ibu Bidan menghampiriku, "Nak, saya tinggal sebentar…saya Sholat dulu…. …setidaknya kita
sama-sama berdoa…semoga Allah meridhoi proses persalinan ini, …InsyaAllah..setelah Sholat…..Ibu akan bimbing….dan sebaiknya…jangan berkuat dulu."….MasyaAllah….
Hatiku begitu giris, melewati setiap detik ini yang terasa begitu lama, bahkan sakit di rahimku pun semakin sakit. Kantung ketubanpun sudah pecah, airnya menghambur keluar, membasahi hampir seluruh permukaan matras."Astagfirullah… astagfirullah…"..tak henti-hentinya saya beristighfar. Tidak lama, sekitar 10 menit kemudian, Ibu Bidan pun datang mendekatiku, sambil tersenyum diusapnya kepalaku "Kita bisa mulai sekarang…" sambil memberi isyarat kepada 2 orang perawat untuk segera menyiapkan segala sesuatunya.
Dengan posisi setengah duduk- setengah berbaring, kurenggangkan kedua kakiku, kuletakkan kedua tanganku dibelakang kepala untuk membentuk daya dorong. Ibu Bidan pun memberi instruksi, agar saya bersiap-siap mengejan…."Satu..dua… tiga…"….."Akkkkkhhhhh……"…kutahan nafasku sambil kupejamkan mataku…perih rasanya….."AllahuAkbar..!!"….sakitnya begitu perih apalagi di sekitar leher rahim. Terus kucoba untuk berkuat….., setiap kali sakitnya datang membahana, kususul dengan
tindakan mengejan. Suara Ibu Bidan…perawat… terus terdengar untuk memberi sugesti
terhadapku agar saya terus berkuat.
Hampir setiap 5 detik kurasakan hal yang sama..teramat perih..nyeri ….…menusuk dari tulang panggul hingga ke ulu hati… peluhku pun sekonyong-konyong membasahi semua permukaan kulitku, kedua tangan dan kakiku terasa amat dingin, …MasyaAllah…ampun Ya…Allah….sakit nian sakit ini.
Begitulah seterusnya, hampir 40 menit, saya merasakan sakit yang sama. "MasyaAllah!!!"..pekikku dalam hati…sambil melirik jam dinding yang berada tepat dihadapanku…jarum jam sudah menunjukkan pukul 06.05, namun proses bersalin belum kunjung usai. Hatiku pun semakin takut, kembali dihinggapi rasa cemas, belum lagi tenagaku hampir habis, hampir mendekati titik nol. "Subhanallah.." saya mesti berbuat apa…akankah saya dioperasi?…akankah bayi saya terselamatkan…akankah saya diberi kesempatan untuk menatap kembali wajah-wajah orang yang kukasihi ?….Allahu Akbar…saya pasrah kepadamu…Yaa..Rabb…
Air mataku pun mulai berjatuhan satu persatu….syahdu hati ini..tak ada lagi kekuatan… kedua tanganku lunglai …tidak mampu menopang kepalaku…penglihatanku semakin gelap…sekujur tubuhku gemetar, mulutku kaku, tenggorokanku kering….Inikah maut yang menjemput…."Subhanallah…..aku siap Yaaa…Allah…namun … anakku…"…..tiba-tiba sayup kudengar suara Ibu Bidan .."Nak…sedikit lagi….kepala bayi sudah di pintu….Sekali lagi!!!"…..dengan kekuatan…..yang saya yakin datangnya
dari Allah…...saya mengejan kuat-kuatnya….."Prooottthhh…!!"…"Oeeee…ooooeeeeeeeee….oeeeee………"…..Alhamdulillah.."..pekik Ibu Bidan…"Anak yang cantik….!!…
MasyaAllah….itu …..itu….bayiku… bisikku….kupaksa untuk membuka kedua mataku walau terasa amat berat…Ya, bayi merah itu anakku…tidak salah lagi… Alhamdulillah…AllahuAkbar….berpuluh-puluh pujian keluar dari tenggorokanku
"mas rezard lihat aku, bayi kita mas...," pintaku padanya. Ia menatapku lekat. Aku melihat telaga bening di matanya. Sejuk dan menenteramkan. Aku tahu ia begitu menyayangi aku, tapi keterbatasan dirinya menyeret dayanya untuk membahagiakan aku. Tercekat aku menatap pancaran kasih dan ketulusan itu. "Tahu nggak... kamu ngasih aku banyaaaak banget," bisikku di antara isakan. "Kamu ngasih aku seorang suami yang sayang sama istrinya, yang perhatian. Kamu ngasih aku kesempatan untuk meraih surga-Nya.., dan kamu mengasih aku seorang bayi mungil tepat ketika aku ulang tahun mas"senyumku sambil mengelus seorang bayi wanita yang cantik. "Kamu ngasih aku sebuah keluarga yang sayang sama aku, kamu ngasih aku mama...." bisikku dalam cekat.
Rabbana... mungkin Engkau belum memberikan kami karunia yang nampak dilihat mata, tapi rasa ini, dan rasa-rasa yang pernah aku alami bersama suamiku tak dapat aku samakan dengan mimpi-mimpiku akan sebuah rumah pribadi, kendaraan pribadi, jabatan suami yang oke, fasilitas-fasilitas . Harta yang hanya terasa dalam hitungan waktu dunia. Mengapa aku masih bertanya. Mengapa keberadaan dia di sisiku masih aku nafikan nilainya. Akan aku nilai apa ketulusannya atas apa saja yang ia berikan untukku? Hanya dengan keluhan? Teringat lagi puisi pemberiannya saat kami baru menikah... Terimaksih ya Allah.. Terimakaih Mas rezard.. dan ini adalah kado terindah dalam hidupku....
15 Desember 2008
http://coretanpena-erwin.blogspot.com/
Label: Cerpen
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar