IqEwVr5RYHY5lcozd7fQs7f4kHQ
(cerpen) pada suatu Cinta - Bisik Angin Tuk Bidadari

(cerpen) pada suatu Cinta

pada Suatu Cinta

Malam menghadirkan jelaga bagai jubah hitam dalam rimba . Tak ada noktah gemintang seperti mata peri langit. Sementara kepungan awan tiap sebentar meniriskan gerimis, dan mengusir berpasang-pasang kaki kecil berceloteh riang pada sudut kamar. Aku masih teronggok pada salah satu kenangan silam kita. Betapa banyak remah kepengecutan ku yang menabur di atas luka yang kian hari melebar di hati kita.

Aku duduk termenung menatap hamparan semburat jingga, langit masih menyisakan sisa-sisa hujan sore tadi. Udara dingin mengusap lembut punggung kala aku sedang duduk di Aku terduduk di pojok kamarku, menatap setiap tetesnya. dan tangan ini tetap menekan indah tuts keyborf komputerku menulis sesuatu kutujukan untukmu Angin berhembus membawaku pada kenangan silam saat kita berbagi tawa dan cerita.

Kekasihku, jika engkau membaca e-mail ini, cobalah untuk mulai belajar melupakanku. Aku tahu kenyataan itu memang pahit dan berat buatmu, terlebih lagi buatku. Masih tak lekang oleh waktu saat kita pertama bertemu dibawah jembatan itu kita pertama berjumpa Kamu datang ke arahku dengan pesona kemilau kewanitaan mu yang segera memporak-porandakan hatiku seketika dalam hitungan detik. Aku tak sempat berkata apa pun, saat dengan sopan dan bersahaja, kamu mengajakku untuk menunaikan panggilan Ilahi secara berjemaah, Hatiku tak mampu memungkiri bahwa, aku jatuh cinta padamu pada pandangan pertama.

sejak pertama berjumpa dengan kamu, Jujur hatiku kedap-kedip kesetrum parasmu yang polos. Akhirnya, di suatu malam di sebuah resto siap saji, aku memberanikan diri menyatakan perasaanku padamu. "Jadilah kekasih rahasiaku," Waktu itu kamu hanya diam dan senyum manis mendengar rayuanku. Irama musik bergetar, mengalun memenuhi dadaku yang berdegup kencang, menanti-nanti jawaban dari bibir mungilmu. Kuyakinkan kamu bahwa aku akan menjadi yang terbaik untuk mu. Kukerahkan seluruh perbendaharaan kata-kata romantis yang kudapat sejak rajin membaca buku-buku Kahlil Gibran. Di ambang pintu kost saat mengantarku pulang pada malam berkesan itu. aku lantas mencium dahimu dengan lembut, tanpa perlu menunggu persetujuanmu lebih dulu. Jantungku berdegup lebih kencang dari biasanya. Sebuah fenomena yang tak pernah aku rasakan dari wanita manapun yang pernah singgah dalam relung hatiku selama ini.

Aku tak punya kekuatan apa pun untuk menolak rasa cintaku padamu meski aku tahu sesungguhnya aku telah memiliki kekasih yang dengan cemas menungguku . Aku begitu terlena olehmu dan gelora gairah purba yang tiba-tiba muncul dalam diriku telah menghempaskan kita berdua dalam lautan petualangan cinta tak bertepi.

Sejak saat itu, kita merajut hari demi hari dengan ceria. Sorot matamu yang teduh namun tegas membuatku merasa selalu nyaman berada di dekatmu. Aku senantiasa merasa tersanjung ketika dalam setiap e-mailmu kepadaku, kamu selalu menyelipkan sebait-dua puisi cinta yang membuatku seperti melayang ke langit yang ketujuh. Tahukah kamu kekasihku, aku selalu menyimpan rapi puisi-puisi cintamu itu dalam helai demi helai buku harianku yang setiap malam aku buka kembali, membacanya pelan dengan bibir bergetar, berulang-ulang, sampai setiap kata demi katanya meresap dalam setiap sumsum tulangku, mengaliri setiap nadiku dan akhirnya menggelegak dalam sebuah orgasme misterius yang berpendar-pendar dalam setiap relung kamarku. Kamu memang paling tahu bagaimana membuatku berharga, kekasihku. Aku masih ingat betul salah satu momen pertemuan kita yang membuatku senantiasa mengenang betapa indah melewatkan hari demi hari bersamamu.

"Jangan pernah memotong rambutmu, Sayang," kataku padamu saat kita melewatkan senja temaram di teras rumah kost itu sambil membelai ikal rambutmu.

"Kenapa?" tanyamu penasaran.

"Setiap kali membelai rambutmu, aku merasakan sensasi yang berbeda saat jari-jariku memilin dan menelusuri ruas demi ruas rambutmu. Ketika ruas rambutmu bergerak kembali menjadi ikal saat jariku lepas dari ujungnya, rambut itu meretas lurus sejenak, lalu berpilin lagi, perlahan tapi pasti, Aku begitu menyukainya," jawabku tulus.

kamu memegang tanganku dan berkata: “Sejak pertama kali mengenalmu, aku yakin kaulah lelaki pilihanku. Aku siap mendampingimu. Mohon jangan kecewakan aku.”

kamu tersipu dan kemudian kita tertawa bersama, kita merasakan desau angin senja yang sejuk. Kamu kemudian memeluk pundakku erat-erat dan bersama-sama lagi kita terpana menyaksikan keindahan mentari beranjak ke peraduan di ufuk cakrawala meninggalkan jejak-jejak merah jingga.

Bagiku Kamu adalah keindahan, bagiku Kamu adalah kehidupan, bagiku Kamu adalah kenangan tak terlupakan. Dan manusia saling membutuhkan, tidak untuk saling memakan. "huh Mengapa terjadi semuanya" Desis kecilku meratapi kisah lalu. Narnia ya nama gadis cantik itu. Gadis yang ke........., mmhhhhhh, aku tak tahu lagi, yang aku tahu kamu adalah gadis yang sempurna, gadis terakhir yang aku tinggalkan, walau sebenarnya ada keinginan yang terbersit untuk menikahimu.

"Mas, jangan tinggalkan aku sendiri, aku tidak punya siapa-siapa selain Mas". Narnia menangis, air mata beningnya mengalir di pipimu yang selembut sutra, lebih lembut lagi kukira. Aku memandangi wajahmu, lidahku kelu, serasa berton es menempel di lidahku, aku kedinginan di panasnya api cinta yang bergelora. Kupeluk Narnia,mmmmhhhhh, aku tak tahu,tak tahu, apa yang harus kulakukan, apa yang harus kukatakan. Aku masih mencintainya, tapi aku harus pergi, kembali kepada kekasih selama ini, mencoba menjalani kehidupan yang semestinya harus terjalani.

Aku menangis. Entah, waktu itu aku tidak merasa malu mengucurkan airmata di hadapanmu. Sertamerta berdiri dan memeluk tubuh mungil mu yang kuyup oleh hujan itu. Narnia

Kita memang telah siap menempuh segala resiko dari hubungan rahasia kita. Namun dari lubuk hatiku paling dalam, setelah Dogma keluargaku kemarin, aku tak kuasa untuk segera menetapkan hati berpisah darimu, meski kepedihan melanda jiwaku saat ini. Cinta memang tidak dibangun untuk membuat rasa kehilangan, tapi pada akhirnya aku menyadari cinta antara kita mempunyai batas tepiannya sendiri. Sesuatu yang, sesungguhnya aku sadari akan terjadi sejak awal, cepat atau lambat, namun akhirnya kuingkari saat pesonamu membetotku dan membawaku ke dalam pusaran cintamu yang melenakan.Aku akan simpan rapat-rapat kenangan manis di antara kita dalam bilik hatiku, dan kemudian membiarkannya mengendap dalam senyap.

"Mmmmmhhhhh, kerinduanku pada mu Narnia membara lagi, hatiku telah terpatri namamu, mungkin di antara wanita yang datang pergi" Ucapku lirih, hanya Narnia yang kurindukan, hanya cintamu yang masih membuatku terlena dalam buaian mimpi indah, hanya suaramu yang mampu menentramkan hatiku yang kalut.

tetapi Kekasihku, mulai saat ini, cobalah belajar melupakanku sebagaimana saat ini aku telah mengunci rapat-rapat pintu hatiku untukmu. Aku tetap menyimpan puisi-puisi cintamu padaku sebagai monumen paling berharga tentangmu pada tempat yang aku harapkan tidak akan aku buka lagi sampai kapan pun. Karena Engkaulah orang yang paling Kucintai Narnia, Selalu Untuk Selamanya. Jika ada penyesalan yang terdalam, maka akan menjadi penyelasan terberatku seumur hidupku. Hanya berharap Cintakita dapat bersatu entah kapan... aku kan selalu berharap, sampai nanti aku tidak bisa berharap lagi Narnia.


http://coretanpena-erwin.blogspot.com

0 komentar: