IqEwVr5RYHY5lcozd7fQs7f4kHQ
(cerpen) Keysia dan Mantan Preman Tua - Bisik Angin Tuk Bidadari

Keysia dan Mantan Preman Tua
By; Erwin Arianto

Siang itu saat putri kecil ku pulang dari sekeloh.. "Assalamualaikum..." teriaknya dengan muka lugu penuh dosa memberi salam kepada ku "Walaikum salam... Kamu dah pulang Keysia" jawabku kepada keysia. "sudah bunda...bunda masak apa?" tanya Keysia kepada ku sambil membuka sepatu dan mengganti seragamnya. "bunda masak sayur sop dan goreng empal deging.." seru ku kepada Keysia.

"bunda... kakek mana..?" Keysia menanyakan keberadaan kakeknya, bapakku, memang Keysia begitu dekat dengan bapak, entah karena cucu pertama entah karena adanya persamaan sikap yang sama-sama keras kepala. "kakek di belakang sedang berbaring di balai-balai.." jawabku. memang rumah kami tidak terlalu besar, tetapi di halaman belakang ada balai bambu tempat beristirahat disamping sisi dari pohon durian yang rimbun.

Kulihat keysia dan bapak sudah bercanda bersama lagi, dan tampaknya keysia sedang menceritakan tentang pengalaman sekolah yang dialami nya hari itu. setelah puas bermain berdua Kulihat bapak terbaring di atas balai bambu sambil bersenandung bersama keysia Cucu perempuannya tampak membaringkan kepalanya di sisi bapak ikut menikmati nyanyiannya walaupun keysia itu jelas tidakmengenal lagunya.dan kulihat keysia menyodorkan sebuah Buku tata cara sholat untuk kakeknya/bapakku. bapak hanya tersenyum, tahu akan apa yang bakal dikatakan cucunya.

“Ayo kek, Keysia ajarin caranya sholat seperti diajarin ibu guru disekolah ya” pintanya polos dengan mata berharap.

“lagi? Kemarin kan sudah…” elak bapak dengan nada bercanda, walau suaranya terdengar parau, akibat tubuhnya yang kian melemah.

“kemarin kan kakek belum aku kasih taunya” protes Keysia sebal.

“kakek ngantuk Keysia, kakek kan sakit” elak bapak lagi kemudian langsung membalikkan tubuhnya pura-pura mendengkur.Keysia tidak melanjutkan protesnya, dia percaya kakeknya benar-benar tidur. Gadis kecil itu berjinjit untuk mencium kening kakeknya dengan sayang.

“maafin Keysia ya udah ganggu kakek, met bobo kakek sayang” bapak taampak tetap pura-pura tidur.

Sebenarnya bapak sudah sejak lama Dulu selalu menjalankan sholat, bahkan hampir semua sholat sunnah dikerjakanya. Bukankah dulunya Bapak Anak seorang guru ngaji sebelum terjerembab dalam kehidupan sebagai pereman. bapak sering bercerita tentang peristiwa lalu, kejadian pahit yang telah merubah hidupnya.

**********************

PAda awal pernikahanya dengan ibu, bapak bekerja sebagai buruh pabrik dan mereka bahagia dengan kehidupannya walau dijalani dengan indah. dan aku pun mendapat kasih sayang yang penuh dari bapak dan ibu. walau kami dulu tinggal di rumah kontrakan yang terbilang sangat sempit tami kami bahagia, samapi suatu saat pabrik garment tempat bapak dan ibu bekerja gulung tikar dikarenakan

Krisis ekonomi dan kenaikan harga BBm yang mempengaruhi kenaikan harga bahan baku, dan penurunan penjualan."Bu... Pabrik tempat kita bekerja tutup, kita harus bagaimana ya bu" aku ingat ucapan bapak waktu itu, aku waktu itu msih duduk di bangku kelas 5 SD, "Sabar pak, kita coba usaha saja" jawab ibu dengan penuh kesabaran, ibu adalah seorang yang sabar dan penyayang terhadap aku dan adikku.

Setelah tidak bekerja pada pabrik garment tersebut, kehidupan kami mengalami penurunan yang drastis, ibu mencoba berjualan lauk matang di rumah, dan bapak Mencoba menjadi pedagang kaki lima dan berjualan di depan perkantoran elite.

Musibah yang datang tetap kami jalani sekeluarga dengan sabar, orang tuaku begitu ihlas menjalani semuanya. dan bapak pernah berkata kepada kami sekeluarga "“Hidup itu berat, tetapi tetap harus di jalanin, seberat dan sesusah apapun. Jangan mengeluh dan merepotkan orang lain.” itulah prinsip bapak, aku salut kepada bapak, walau dalam keadaan susah beliau tetap tegar sebagai tulang punggung keluarga.

Tetapi awan hitam masih menyelimuti keluarga kami, ketika aku pulang sekolah dulu aku melihat banyak orang berlari-lari di dekat rumah kontrakan kami sambil berteriak-teriak dan membawa ember untuk memadamkan api, "kebakaran-kebarakaran..." begitulah orang-orang berteriak. Dan begitu pilu melihat rumah kontrak kami habis di lalap si jago merah. Lalu aku pun panik,mencari Ibu dan Bapak "bang roni..ibu mana.. bapak..., kemana" tanyaku dan aku pun menangis sekencang-kencangnya melihat kejadian itu. dan seorang yang kusapa bang roni, adalah seorang tetangga kami dalam rumah petak kontrakan kami mengantarkan aku ke ibu.

Kulihat ibu sedang menangis sesedukan di pojok mushola, dan bapak masih berusaha menyelamat kan barang berharga yang tertinggal dirumah kami, walau memang kami sebenernya tidak memiliki apapun dirumah. "Gusti Allah... Mengapa kau tidak berhenti memberi kami cobaan" begitulah ratap ibu kala itu. sambil menggendong Adiku Budi, dan dalam kondisi hamil 6 bulan. Begitu kulihat guratan kepedihan yang dialami ibu.

Setelah kebakaran padam, kami sekeluarga sekarang tidak mempunya tempat tinggal lagi, "ibu lalu kita tinggal dimana...?" tanya budi dengan polos menanyakan kemana kami akan tinggal. Ibu hanya diam tak bisa menjawab pertanyaan budi ketika budi baru pulang sekolah kala itu dan diam melihatrumah kontrakan kami habis di lalap api.

Kulihat bapak membawa beberapa benda berharga yang kami miliki, berupa radio butut, dan beberapa pakaian kami sekeluarga, keringat dan air mata tampak jelas di muka bapak kala itu. sungguh duniaseakan runtuh, dan bapak ku seorang yang tegar pun seakan tidak kuat menanggung beban yang dihadapinya.

Dalam hati tangan mungil ku waktu itu hanya bisa mengadah menghadap langit dan berdoa. "Tuhan kenapa rumah Ika dibakar.. sekarang ika,budi, bapak, dan ibu harus tinggal dimana...?" aku pun menangis sekencang-kencangnya. Dan bapak dengan tangan yang kasar memeluk aku dan budi seakan ingin begkata "sabar nak.. bapak akan mencari jalan keluar terbaik untuk kalian".

********************************

karena tidak memiliki uang dan apapun, akhirnya dengan suatu pilihan berat, diajak oleh pak nainggolan teman bapak sewaktu berjualan di emperan, kami tinggal di bawah kolong jembatan,

"inilah rumah baru kita ka, bud" terlihat bapak dengan muka yang dibuat seolah bapak bahagia dengan sesuatu yang dibilangnya rumah, walau hanya terdiri dari tumpukan-tumpukan kardus bekas dibawah kolong jembatan.

Walau terbuat dari kardus, rumah kami begitu nyaman, aku nyamana dengan bekap kedua orang tua, bapak dan ibu begitu memberi rasa cinta meraka kepada aku dan budi. bapak kini berusaha mencari nafkah dengan menarik becak. aku dan budi karena tetap ingin sekolah kami berdua memutuskan untuk mengamen di jalan, dan uang nya aku kasih ke ibu.

"bu ini hasil ngamen aku dan budi, bu.. ika mau sekolah lagi..." ucapku sambil memberi uang receh sebesar Rp.10.000 "iya bu.. budi kangen sama temen-temen budi, budi mau sekolah lagi..." ibu hanya diam dan menangis.

"bapak pulang..." teriak budi. "eh bapak.." ucapku menyambut kedatangan bapak waktu itu. "bapak membawa Nasi bungkus nak, buat kalian makan" bapak membawa nasi bungkus, plus tempe, tahu, dan krupuk. itulah yang biasa kami makan. Nasi tersebut oleh ibu dibagi 4 untuk aku, bapak dan ibu.

Walau hanya makan seadanya, Alhamdulillah kami masih bisa makan 3 kali sehari, dengan porsi seadanya.Dan kuliahat bapak tetap tegar menjalani harinya, aku lihat bapak tetap menjalankan sholat lima waktu, bapak selalu menggunakan baju koko kebesaran yang tersisa dari kebakaran rumah kami

yangdulu. "bapak.. kayaknya ibu sudah mau melahirkan deh 1 bulan lagi.."ucap ibu waktu tengah malamsaat aku pura-pura tidur dan mendengar percakapan bapak dan ibu. "Iya bu.. tapi melahirkan

dimana.. bapak tidak punya uang untuk biaya melahirkan gimana ya bu" kulihat bapak melamun disana.

Sore itu sepulang mengamen dengan budi kulihat bapak duduk diam di pojok rumah, "sore pak.. kok tidak narik pak" tanya ku polos kepada bapak. "Becak Bapak di sita oleh Polisi", katanya Bapakmelanggar peraturan lalu lintas polisi mengatakan “Anda gak lihat di tiang depan sana ada gambar becak di larang masuk di area sini?!” begitu kata bapak tentang kejadian diambilnya becaknya.kulihat bapak menangis didepan rumah kardus kami.

Bapak mengepal tangannya sambil memukul tanah tanda kekesalannya, kekesalan tentang garis hidup dan kemiskinan yang menimpa kami. dia berteriak "Aku benci pada mu ya Allah.. tidak habis pikir aku, pekejerjaanku, rumah ku, kini becakku kau ambil semua.. kenapa.. apa salah ku, aku benci pada mu ya Allah" begitu lah teriak bapak menyalahkan Allah, karena mungkin tidak ada siapapun atau Apapun yang bisa disalahkan lagi.Ibu hanya diam, tidak ada sepatah kata, hanya tersenyum dan memeluk bapak dari belakang, seakan berusaha menenangkan bapak.

Sudah tiga bulan ini Bapak menganggur, dan sejak saat itu kerjaan Bapak cuma luntang lantung tidak jelas, ibu mencoba mencari nahkah kami dengan memulung. dan aku dan adiku tetap mengamen. saat aku mengamen di prempatan lampu merah, kulihat seseorang seperti bapak melakukan pencopetan, dan orang tersebut dikejar-kejar oleh masa, tetapi untung nya orang itu berhasil menyelamatkan diri dari amukan masa.

ketika dirumah aku bertanya kepada bapak, "pak tadi aku lihat seorang pencopet dikejar masa, kasihan orang itu pak, kenapa dia mencopet ya pak" tidak seprti biasanya bapak yang ku kenal ramah membentaku "Sudah lah anak kecil tau apa sih.." bentaknya kuliahat bapak memegangi sebuah luka dikakinnya, yang sama kulihat dengan pencopet yang kulihat sempat terjatuh di lampu merah tadi.

PAda awalnya bapak tidak berterus terang kepada ibu, aku dan adiku, tapi lama-lama kami tahu bahwa bapak telah bergabung dengan kelompok preman bang hasan Palembang, sebuah geng preman yang sering merampok, menodong, dan berbuat kekerasan lainya."ini uang untuk Ika dan Budi sekolah bu" suatu hari bapak menyerahkan uang kepada ibu, "dan ibu tolong jangan memulung lagi, sebentar lagi ibu sudah akan melahirkan" kata bapak kepada ibu. "ini uang dari mana pak" tanya ibu kepada bapak, "sudah lah kamu tidak perlu tahu" bentak bapak kala itu.

Tetapi suatu hari aku melihat tangan bapak berdarah-darah, seperti habis berkelahi, dan banyak kawan-kawan bapak yang datang kerumah “Cung, aku nggak nyangka kalau kamu tega membunuh lelaki itu!,” “Itu masalah pilihan Met, aku terdesak waktu itu, nggak ada pilihan lain!!,” bapak membela diri.“Tapi tidak harus dengan membunuhnya kan?,” “Aku tidak menyangka kalau sabetan ku mengantarnya meregang nyawa,”, “Bodoh kamu, hasil sabetanmu nyaris memutuskan lehernya, mana mungkin nggak mati” “Oke oke.., aku mengaku salah saya kira kita tidak usah memperpanjang masalah ini, Oke!,” sahabat bapak yang dipangil memet diam.

Aku bercerita kepada ibu tentang kejadian yang terjadi dan bahwa bapak menjadi preman, tetapi ibu diam, seakan tidak bisa berkata lagi. "sudah lah ika, kamu sekolah saja, biarkan bapak mu mencari uang, kita doakan saja bapak mu selamat" ucap ibu pasrah dengan penjelasan ku tentang bapak. Makin lama nama bapak sebagai preman semakin berkibar dan bapak terkenal dengan julukan si Kuncung dari semarang, apakah aku harus bangga atau sedih perasaan yang tidak bisa aku deskribsikan, sekarnag aku anak jagoan, anak preman, banyak orang takut terhadap aku, mungkin karena keangkeran nama bapak.

PErnah suatu hari, aku menunggak membayar uang sekolah selama 5 bulan, dan aku tidak bisa mengikuti ujian sekolah, aku menceritakan hal ini kepada ibu, lantas ibu menceritakannya kepada bapak, dan ternyata bapak membawa teman-temanya menyatroni rumah kepala sekolah kami, dan hampir melukai kepala sekolah, walau pada akhirnya kepala sekolah tersebut dapat memahami dan memperbolehkan aku mengikuti ujian. semenjak kejadian kepala sekolah di datangi bapak, semenjak itu

Dikelas aku pun ditakuti tidak ada orang yang berani menggangguku, karena takut kepada bapak, semua teman-temanku dan guru-guruku tidak berani menggangguku. tapi walau aku anak preman, aku bukan seorang yang menggunakan nama bapak, prestasiku sangat bagus dan memuaskan pada kelas 1-3 SMP aku selalu menjadi yang terbaikdi sekolah, begitupun budi adiku dia termaksud anak yang cerdas.

Dan aku berhasil lulus smu dengan nilai yang sangat memuaskan, aku mencoba mendaftar melamar kekelurahan dekat rumah kardusku, dan alhamdulillah aku diterima menjadi pegawai honorer di sana. tetapi bapak ku masih tetap seorang preman, walau seorang preman tetapi bapak tidak pernah main judi, Minum-minuman keras atau pun main prempuan. bapak tetap seorang yang hangat di keluarga, walau diluar bapak ditakuti.

******************************

Aku sangat beryukur karena aku bisa diterima sebagai karyawan di kelurahan, walaupun aku mejadi pegawai rendahan dikelurahan, dengan begitu aku bisa sedikit mengangakat kehidupan keluargaku, alhamdullah aku bisa mengontrak rumah untuk kami sekelurga walau hanya sebuah rumah petak seperti dulu rumah kontrkan kami yang kebakaran. memang itu tekadku semenjak dulu, yaitu mengangkat martabat keluarga, dan ibu sudah tidak aku perbolehkan memulung lagi. kini ibu mulai membuka usaha menjual makanan di depan rumah kontrakan.

Tetapi bapak, masih dengan kegiatanya menjadi preman jalanan, tetapi sudah tidak seberingas dulu lagi, bapak kita hanya memegang lahan parkir, tidak ikut mencopet, menodong atau tindak kekerasan lagi, dan kini bukan hanya aku dan budi, aku memiliki adik juga bernama Andi, andi lahir ditengah kesusahan ekonomi keluarga kami.

Sebagai pegawai kelurahan tugasku mengurus pembuatan KTP, dari pengurus KTP aku bertemu dengan Mas Sapto, seorang yang ternyata menaruh hati padaku, memang banyak orang yang menyukai aku karena kata orang aku cantik, dengan tubuh mungil, dan kulit putih. Tapi beberapa orang takut terhadap bapak, atau meraka menghindar ketika awal aku bekerja aku tinggal dikolong jembatan, memang aku telah biasa dilecehkan sebagai orang yang berekonomi sangat rendah, mungkin kami yang hidup di kolong jembatan sudah tidak dianggap dalam catatan pemerintah, hal ini aku ketahui setelah aku bekerja di kelurahan.

Tentang Permalahan cinta, Ibu melarang aku untuk berpacaran, karena ibu bilang jangan mau dipermainkan laki-laki, "laki-laki itu buaya semua nduk" begitulah kata ibu dalam menasihatiku aku selalu mengikuti saran dari ibu, dan aku ingin berbakti kepada kedua orang tua, karena aku tahu mereka sudah susah bapak membesarkan aku dengan liku hidup yang begitu sulit.

"Nama kamu ika ya" begitulah pertemuan aku tidak begitu istimewa, dialah Iwan Subrata, seorang pegawai bank swasta yang menaruh hati padaku, pada awalnya aku hanya menanggapi dingin. karena aku takut berakhir kekecewaan. tetapi iwan berhasil meluluhkan hati ku yang membeku.

"Ika, maukah kamu menikah dengan aku" pada suatu hari mas iwan bertandang kerumahku, dan memberi sebuah kertas yang isinya sangat menggemparkan hatiku, dia memintaku untuk menikah denganya, aku hanya diam dan bingung dengan perasaan yang ada pada diriku.

"Kamu serius atau mau mainin aku, kalau kamu mau mainin aku, lebih baik kamu pergi, aku takut kamu di hajar bapak, bapak ku preman mas, dan aku hanya hidup sebagai orang yang tidak punya, apa kamu siap menikah dengan aku dengan kondisi yang memprihatinkan" tulisku singkat dalam surat balasan ku berikan kepada budi waktu itu.

"Aku tidak takut dengan bapakmu, seorang bapak akan melidungi anaknya, itu pasti, tapi aku serius ika, aku ingin menikah dan menghabiskan sisa hidupku dengan kamu, keluargamu adalah keluargaku, aku siap dengan kondisi seperti apapun" sebuah inti surat yang dikirim kepadaku.akhirnya aku menyetujui untuk menikah denganya, semua tidak berjalan mulus, aku tau bahwa

keluarga mas iwan datang dari keluarga yang terhormat, sedang aku dari keluarga yang teramat miskin, pada awalnya ibu mas iwan sangat menentang keinginan mas iwan, dia bilang aku berasal dari bibit, bobot,bebet yang tidak jelas, bapak ku preman, dan aku tnggal dirumah kardus. tapi hal itu tidak menyurutkan tekad mas iwan untuk menyuntingku.

Mas iwan menemui bapak pada hari minggu sorre, "assalamualaikum" mas iwan datang saat bapak ada dirumah, "masuk ada apa" tanya bapak dengan accuh, "Begini pak, nama saya iwan subrata, saya datang dengan maksud ingin menikahi putri bapak ika tapi sebelum orang tua saya datang, saya memberanikan diri untuk menanykan kesedian bapak untuk memperbolehkan saya menikahi anak bapak" jelas mas iwan kepada bapak kala itu. Bapak pada awalnya sangat terkejut, tapi bapak adalah seorang yang bijaksana dan memperbolehkan putrinya untuk dinikahi mas Iwan

Dan dalam waktu 6 bulan setelah pemintaan mas iwan itu akhirnya kami menikah sebuah pernikahan sederhana dirumah itu, dan aku bahagia bersama dengan mas iwan yang sanagat baik, berkat mas iwan adiku budi bisa melanjutkan kuliah dan menjadi seorang Sarja Ilmu Komputer dan budi telah bekerja sebagai seorang Staff IT di perusahaan Multinasional. sedang Andi adiku terkecil bisa sekolah dengan baik, sekarang dia telah SMU, bapak dan IBu kini tinggal bersama kami

Aku pun kini telah mempunyai seorang putri kecil yang cantik dan ceria, yang bernama Keysia, seorang yang bersifat mirip seperti bapak, keras kepala. bapak kini telah meninggalkan pekerjaannya sebagai preman, dia membuka usaha bengkel dengan modal dibantu oleh Budi adiku yang telah bekerja. tetapi mungkin rasa sakit hati bapak terhadap Tuhan masih membekas di hatinya, sampaisaat ini bapak tidak mau untuk sholat.

Pada suatu hari bapak sakit, aku membawa bapak kerumah sakit. dan bapak mendapat pernyataan bahwa bapak menderita penyakit paru-paru akut, dan bapak sakit parah dan susah diobati. “pak…” Aku memandangnya lekat-lekat, ingin memulai pembicaraan.Mataku sembab habis menangis.

“dokter bilang umur bapak tidak lama lagi kan?” tebak bapak. Aku menggeleng lemah.

“dokter tidak bilang begitu, dia hanya bilang kalau bapak sakit parah dan sulit diobati”

“itu sama saja” kata bapak Pandangan matanya mengabur seakan ada ribuan kunang-kunang mengitari dirinya. dia lalu mengenang hidupnya yang sangat keras.

Satu yang bapak pernah cerita kepada Ibu, bahwa bapak sanagat menyesali bahwa bapak pernah mengutuk Allah dan bapak tidak pernah Sholat. Rasa ego dan tekanan hidup masa lalu, bapak bercerita bahwa Dia takut ibadahnya tidak diterima. Kini bapak bahkan hampir lupa bagaimana caranya Sholat.

Mas Iwan, Aku, Budi, bahkan Keysia berkeinginan kembali mengajarkan bapak sholat, tapi kadang masih ada kegalauan dalam hati bapak. “bapak belajar Sholat ya?” aku sering mengajak bapak, tapi teguran kut tadi membuat bapak terkejut, karena selama bapak menganggap aku tidak tidak pernah mempermasalahkan keislamannya.

“bapak biarlah yang dulu kekerasan hidup dan cobaan hidup telah berlalu, Allah selalu menguji kita karena Allah sayang kita kan pak, buktinya kini Allah memberi sesuatu yang indah Budi tetap bisa kuliah seperti mimpi bapak dulu, dan aku Telah menikah dengan Mas IWan orang yang menyangi aku dan keluarga kita, serta Ada Keysia Cucu Bapak yan sangat mencintai bapak" Ujarku

Tampak sebuah senyum dari wajah bapak seakan dia setuju tentang apa yang telah aku terangkan kepadanyanya. dan setelah pembicaraan itu aku melihat keysia masuk kedalam kamar “eh kakek udah bangun, sini Keysia ajarin Cara sholat”

“boleh, tapi ajarinnya pelan-pelan ya” bapak pernah berkata tentang harapanya bahwa dia ingin kembali berbakti kepada Allah dan menjalankan printahnya sebelum dia Meninggal.Dan Suatu keajaiban telah terjadi dalam Hidupku, Aku melihat Bapak telah melaksanakan sholat Ashar berjamaah dengan Keysia Putriku. Alhamdulillah. Seorang Preman tua, telah kembali insyaf dan Sholat karena seorang putri kecil yang begitu mencintainya, Keysia putri kecilku yang cantik yang bisa meluluhkan seorang preman tua itu, dan menuntunnya kejalan Allah, bukan karena kepintaranya tapi ketulusan yang pancarkan dari tubuh kecil itu.

Aku pun terharu atas kejadian yang kusaksikan,dan kupanjatkan doa kepada Allah Atas semua Karunia yang telah diberikan kepadaku. "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni`mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan memberi kebaikan kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri Amin".

Cerpen ini hanya imaginasi penulis, kesamamaan nama, Pristiwa, adalah tidak disengaja bila ada kritik saran, Komentar, Sanggahan harap ditujukan pada erwinarianto@gmail.com

Depok 16 Mey 2008
Erwin Arianto

0 komentar: